Dalam pidato menjelang Ulang Tahun Kemerdekaan RI tanggal 16 Agustus 2021, Presiden Megawati Soekarnoputri mengulangi apa yang pernah dikatakan ayahnya, Soekarno dengan mengatakan, “… Tanpa Irian, Indonesia tidak utuh”. International Crisi Group (2002), mereduksi pidato Megawati Soekarnoputri terkait cita-citanya merangkul Irian Jaya dalam nuansa “satu Indonesia” dari Sabang Sampai Merauke, satu kesatuan tak terpisahkan.
Idealisme Megawati Soekarnoputri diwujudkan dalam perjuangan mengeliminir berbagai persoalan Irian Jaya dengan melahirkan sebuah regulasi mengesahkan Irian Jaya menjadi Papua bahkan lebih spesifik lagi melahirkan sebuah regulasi khusus dengan nama UU Otonomi Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2001 dengan tujuan Papua harus maju baik manusia dan semua aspek pembangunan jangan sampai terjadi ketimpangan dengan saudaranya di wilayah lain di Indonesia.
Otsus jilid I telah berlalu dengan durasi waktu 20 tahun dan kini memasuki fase Otsus jilid II dengan pemberlakua UU No. 2 Tahun 2021. Evaluasi terhadap berhasil-tidaknya Otsus jilid I tidak tertutup kemungkinan ada keberhasilan tetapi juga ada kegagalan di berbagai aspek pembangunan.
Mimpi gubernur di era lima tahun pertama pemberlakuan UU Otsus No 21 Tahun 2001, Jaan Salosa di hari pertama sosialisasi UU Otsus di Gedung Olah Raga (GOR) Apo Jayapura mengatakan, “Otonomi khusus memiliki dampak bagi pembangunan manusia Papua terutama pembangunan Sumber Daya Manusia. Untuk itu ia memiliki visi yang jelas, bahwa setiap tahun 1000 putera dan puteri Papua wajib kuliah di dalam dan luar negeri baik S1, S2 dan S3 dengan biaya pemerintah Provinsi Papua.
Tak satupun manusia yang sempurna. Dari gubernur ke gubernur, entahkah mimpi Jaap Salosa juga menjadi mimpi pemimpin Papua sesudahnya atau tidak? Sebuah pertanyaan refleksif yang menggugah nurani kita.
Berhari-hari, orangtua mahasiswa penerima beasiswa dana Otsus Papua tidur di pelataran Kantor Gubernur Provinsi Papua. Mereka menyuarakan hak-hak anak-anak mereka yang kini mengalami kesulitan biaya studi dan biaya hidup bahkan nasib anak-anak mereka yang tidak menentu akibat keterlambatan transfer dana oleh Pemda Provinsi Papua sebagai Provinsi induk.
Analisis Papua Strategis (APS), sebuah lembaga yang digagas oleh intelektual Putera dan Puteri Papua dengan penggas sekaligus menjadi Ketua APS, Laus C. Rumayom, S. Sos., M. Si, Dosen Hubungan Internasional Universitas Cendrawasih Papua, sekaligus Staf Khusus Presiden RI menggagas diskusi publik dengan tema, “Mencari Solusi Penyelesaian Beasiswa Otsus Papua Di Dalam dan Luar Negeri” dengan menampilkan pembicara Guru Besar Universitas Cenderawasih, Prof Melkias Hetaria, Koordinator BP3OKP, Pdt Alberth Yoku, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni, Tokoh Senior Papua, Politikus, dan Birokrat Constant Karma, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI di Jerman, Prof Andi Marwan, Diaspora Indonesia di beberapa negara seperti Singapura, Rusia, Jerman dan Australia, Plh Gubernur Papua, Ridwan Rumasukun, dan juga Ketua Komisi V DPR Papua, Jack Komboy, dan anggota Majelis Rakyat Papua yang juga Ketua PWKI Papua dan tokoh perempuan Papua, Dorince Mehue, serta beberapa tokoh senior Papua.
Ketua APS Laus C. Rumayom, S. Sos.,M. Si, mengatakan,dialektika diskusi publik menunjukkan betapa perhatian Putera-Puteri Papua kini terhadap berbagai persolan yang muncul di Papua, Indonesia dan dunia internasional. Otsus Jilid I memiliki suka-dukanya sendiri dan Otsus Jilid II menuntut semua stake holders menengok ke masa lalu, berdiri kini dan menatap masa depan dengan tidak meratapi nestapa masa lalu, melainkan menjadikannya sebuah refleksi penataan diri menuju sebuah visi yang cerah bagi Papua masa depan.
“Tatakelola” atau manajemen pengelolaan dana beasiswa menjadi inti persoalan, mengapa sampai saat ini dana besasiswa belum ditransfer kepada mahasiswa yang berhak mendapatkannya. Enam bulan bukan hal mudah bagi sebuah kehidupan mahasiswa yang rata-rata berlatarbelakang orantua yang kurang mampu secara finansial. Selain itu kebijakan negara memekarkan Papua menjadi enam provinsi bukan sebuah solusi bagi sebagian besar orang Papua. Hal ini nampak dalam saling tolak-menolak tanggungjawab antara Provinsi Papua dan empat provinsi yang baru dimekarkan terkait nasib anak-anak Papua yang sedang mengenyam pendidikan di dalam dan luar negeri.
Selain tatakelola dan dampak pemekaran provinsi baru, UU No 2 Tahun 2021 tidak memberikan ruang bagi bagaimana menjabarkan pemanfaatan dana Otsus bagi para mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan baik di dalam dan luar negeri. Berbagai regilasi terkait nampak misalnya Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 yang harus direvisi agar diberikan ruang bagi eksekutif dan legislative di keenam provinsi mengambil kebijakan strategis terkait kebutuhan essensial masyarakat Papua termasuk para mahasiswa.
Hal lain ditegaskan oleh Ketua APS Laus C. Rumayom, S. Sos.,M. Si, belum adanya koordinasi lintas sektoral baik BP SDM Papua dengan provinsi-provinsi yang baru dimekarkan melalui sinkronisasi dan validai data yang akurat sehingga tidak terdapat tumpang-tindih dalam pengalokasian dana beasiswa, relasi intensif dibangun dalam kemitraan dengan Bappenas, Meneri Keuangan, Kementerian Dalam Negegeri, Kementerian Luar Negeri dan semua kementerian/ lembaga yang memiliki hubungan dengan kehidupan mahasiswa Papua di dalam dan luar negeri termasuk Duta Besar, Konsulat RI di luar negeri.
Hingga Juni 2023, para mahasiswa Papua yang mendapat beasiswa di dalam dan luar negeri berjumlah 3.738 orang yang dipastikan mengalami keselitan pembiayaan pendidikan dan biaya hidup. Telah disalurkan dana di akhir tahun 2022 sebesar 122 milyar dan masih ada sisa anggaran yang belum dicairkan sebesar 54 milyar, yang diharapkan melalui diskusi publik, pemerintah Provinsi Papua dapat menyalurkan kepada para mahasiswa sehingga biaya kuliah dan biaya hidup mereka dapat teratasi, demikian ucap Ketua APS Laus C. Rumayom, S. Sos., M. Si dalam rangkuman yang disampaikan sebelum menutup dialog publik, Senin 19 Juni 2023.